Jumat, 05 Desember 2008


6 Kesalahan Terbesar Dalam Mengartikan Cinta

1. Tidak Mampu Membedakan Antara Perasaan Cinta & Perasaan Simpati
Biasanya hubungan seperti ini terjalin dengan diawali sebuah kata persahabatan, di mana ada salah satu pihak (atau keduanya) memiliki rasa simpati dengan tulus membantu kesulitan yang tengah dihadapi oleh temannya yang lawan jenis itu. Biasanya pula kesulitan tersebut lebih berkaitan dengan kesedihan atas penderitaannya baik secara emosional, fisik maupun keuangan. Nah, salah pengertian tersebut bisa membuat terperangkap pada sebuah hubungan “karena kasihan”. Ya, perhatian yang diberikan oleh satu pihak diartikan sebagai bentuk perhatian akan kasih dan sayangnya pada orang yang dimaksud, artinya si dia menyukai Anda, dan Anda merasa tak mampu menolak. Padahal yang sebetulnya perasaan tersebut hanyalah karena simpati belaka. Jika hubungan karena hal tersebut berlangsung terus, yang terjadi adalah sebuah kondisi yang tidak mengenakkan bagi kedua belah pihak.

2. Rindu “Belaian”
Manusia, bagaimanapun sifat dan karakternya jelas membutuhkan belaian dan kasih sayang dari orang yang disayanginya, yaitu pacar/kekasih/seseorang yang sangat istimewa. Namun apa daya, saat kebutuhan itu benar-benar terasa dan tidak ada seorang pun yang memberikannya karena belum memiliki kekasih, seringkali menyebabkan hati dan mata kita serta otak kita tertutupi oleh keinginan besar untuk mendapatkannya, yaitu mendapatkan pacar. Alasan tersebut seringkali membuat orang salah menempatkan cintanya. Tanpa perasaan cinta karena hanya ingin mendapatkan kasih sayang cinta pun terjalin tanpa ada pemikiran apakah orang tersebut benar-benar mencintai dan Anda cintai ataukah hanya sekedar menghapus “kerinduan Anda mendapatkan belaian sayang?”
3. Percaya bahwa dengan pacaran, masalah bisa berakhir
Artinya adalah, mereka yang menjalin pacaran dengan latar belakang alasan semacam itu tengah melarikan diri dari masalah. Semua itu bisa jadi karena ada anggapan bahwa seseorang yang jadi tambatan hatinya itu bisa memecahkan masalah yang tengah Anda hadapi, atau si dia bisa memberi motivasi dan semangat pada kehidupan Anda selanjutnya. Padahal justru alasan tersebut bisa menjadi pembuka masalah baru. Coba bayangkan, bagaimana jika di tengah jalan hubungan itu harus berakhir! Tentunya masalah baru akan lahir bukan? Nah, siapkah Anda jika Anda sekarang menjalin hubungan dengan alsan semacam itu?
4. Menghilangkan rasa sepi
“Aduh, enak kali ya kalau aku punya pacar? Nggak kesepian seperti ini. Ada orang yang bisa diajak jalan, diajak bicara.” Begitu mungkin kalimat yang Anda keluarkan saat Anda merasa benar-benar tidak ada teman. Pikiran Anda pun melayang kemana-mana dengan segudang pertanyaan. Akhirnya karena keinginan keras memiliki pacar untuk menghilangkan rasa sepi, siapa pun yang mendekati Anda, siapa pun yang menyatakan cinta pada Anda, Anda terima saja, tanpa berpikir kalau si dia adalah si tukang selingkuh atau si tukang iseng. Aduh…repot lho kalau hubungan semacam itu dilanjutkan.
5. Mendambakan kasih sayang orang tua
Terkadang kita terlupakan kalau pasangan kita adalah partner kita dalam perjalanan. Dia bukan orang tua kita yang setiap saat bisa kita mintai untuk apa pun, yang bisa kita dambakan untuk selalu melindungi dan mengasihi kita dalam hal apa pun. Sementara si dia, pacar Anda? Siapakah dia sebenarnya? Apa posisi dan kedudukannya dalam hati Anda? Jawablah dengan jujur! Dia hanyalah seseorang yang kebetulan menambatkan kalimat cinta di hati Anda, otomatis dia tidak bisa berlaku seperti orang tua sendiri bukan? Karenanya salah besar jika Anda selalu menuntut atau memaksa dirinya untuk selalu mengikuti segala kemauan Anda.
6. Dengan pacaran hidup akan terasa lebih indah
Hidup bukanlah sebuah perjalanan yang tanpa cela. Saat bahagia datang jelas kedukaan akan menjelma. Sementara, orang yang tengah dilanda cinta yang ada dalam pikirannya hanyalah kebahagiaan dan kesenangan belaka. Tanpa pernah memikirkan resiko, sebab perjalanan cinta tak selamanya memberikan jalan lurus, nah saat itulah keduakaan akan menjelma. Begitulah cinta, jika bukan kebahagiaan yang dirasa pastilah kedukaan yang mendera. Karenanya alangkah lebih baiknya jika dalam menjalani cinta ada kesadaran bahwa kapan saja duka itu pasti datang, sebagaimana datangnya cinta dengan tiba-tiba begitu juga perginya cinta, bias terjadi kapan saja. Siapkah Anda dengan semua itu?